Usianya 102 Tahun, Nenek Asal Semarang Ini Doyan Sambal dan Minum Es, Ini Rahasia Sehatnya
Siapa yang tahu soal panjang pendeknya umur manusia, sekalipun pribadinya sendiri.
Tak banyak pria maupun wanita yang kini hidup di era milenial dengan usia di atas rata-rata usia manusia, apalagi di atas angka 100 tahun. Meski ada, bukan berarti menjamin setiap daerah memilikinya.
Seperti halnya Ny C. Sulistijowati asli kelahiran Kota Semarang.
Nenek yang tinggal di Jalan Citarum Utara nomer 30 Mlatiharjo, Kota Semarang Jawa Tengah itu kini berusia 102 tahun.
Tercatat ia baru saja merayakan ulangtahunnya pada 8 November lalu sejak tahun 1917.
Pemilik nama Cina, The Kiet Nio, kini tinggal bersama putri ke empatnya dan satu perawat.
Jangan salah, meski usia 102 tahun, kesehatan Nenek Sulis bisa dibilang top.
Pada suatu kesempatan Tribunjateng.com (Grup Tribunnews.com) mengunjungi kediamannya seraya berbincang dengan nenek.
Wajah keriput khas nenek-nenek memang tak bisa disembunyikan.
Akan tetapi, setiap kata yang dilafalkan masing terdengar jelas, pandangannya pun masih terbilang oke meski katanya sedikit buram saat terlalu jauh (rabun jauh).
Ia mengatakan sejauh ini tak mengeluhkan rasa sakit pada kondisi fisiknya.
Hanya saja kini rutinitasnya sehari-hari harus mengggunakan kursi roda pasca terjatuh yang menyebabkan tulang pinggulnya patah dan operasi pada September 2018.
Selebihnya semua masih berfungsi normal meski ada sedikit gangguan pendengaran pada telinganya, sehingga harus bicara keras dengannya.
Soal makan, nenek Sulis tak memiliki satu pun pantangan. Semua jenis makanan ia lahap.
Bahkan hingga kini sang nenek masih suka makan dengan sambal pedas cabe rawit ditemani minuman air es. Katanya, ia suka dan enak.
“Enggak, enggak pedas, enak. Minum enggak dingin, seger,” katanya, Sabtu (16/11/2019).
Melalui sang anak Indahsari (70), diceritakan kisah nenek yang kini memiliki 6 anak, 11 cucu dan 13 cicit.
Dulu sang nenek menikah dengan seorang laki-laki yang juga keturunan Tionghoa bernama Go Siang Lok.
Sang suami adalah seorang buruh di suatu percetakan di Kota Lama Semarang, sedang istrinya sebagai ibu rumah tangga.
Nenek Sulis pun mulai menjalani masa pahit kehidupannya pasca ditinggal sang suami di umur 50 tahun.
Saat itu, demi merawat 6 anaknya, sang nenek mulai berdagang setiap harinya.
Segala macam jajanan yang terbuat dari singkong, umbi-umbian seperti Sentele, hingga ikan asin pun dibuatnya.
Hasil daripadanya ia drop ke warung-warung dengan menggunakan sepeda.
Keenam anaknya selalu diminta untuk membantu satu sama lain.
Termasuk bekerjasama membantu penghasilan tambahan dengan membuka jasa konveksi bermodalkan 3 mesin jahit.
“Itu bertahan sampai satu persatu dari 6 anaknya menikah. Dan kata nenek, dia masih ingin hidup untuk melihat 1 cucu terakhirnya menikah,” terang Indah.
Saat ditanya soal resep panjang umur, nenek Sulis pun mengatakan tak mempunyai resep apa-apa.
“Semua kehendak Tuhan, pasrah dengan menerima hidup dengan lapang dada”, kata si mbah (sebutan dari Jawa).
Perihal kesehatan, Indah menimpali, bahwa ibunya tak mempunyai kegiatan khusus selama remaja.
Hanya saja, sejak ditinggal sang suami tubuhnya selalu bergerak guna memperjuangkan makan anak-anaknya.
Kala itu, hampir dipastikan keluarga makan sayur-sayuran setiap harinya.
Karena keterbatasan ekonomi, sesekali makan tahu tempe atau telor.
“Olahraganya ibu kerja itu bahkan sampai sebelum jatuh kemarin masih kesana kemari nyabutin rumput, mandi sendiri makan sendiri. Nah setelah jatuh semuanya baru dibantu perawat,” kata Indah.
Sejak tahun 1997, nenek Sulis tinggal bersama Indahsari putri keempatnya dari 3 anaknya yang masih hidup.
Ia berhasil menyekolahkan keenam anaknya hingga jenjang SMP maupun SMA.
Anak tersuksesnya jatuh pada nomer dua seorang laki-laki yang dulu bekerja sebagai Sales Manager di sebuah perusahaan swasta di Kota Semarang.
Ke semua cucu dan cicitnya kini tersebar di berbagai daerah seperti Jakarta, Yogyakarta, Semarang dan juga Australia.
“Ibu ya sekarang bersama saya nemenin saya sejak suami saya meninggal. Selama ini makannya juga gampang, hanya saja butuh penjaga yang stand by guna membantu nenek jemur di bawah sinar matahari, terapi jalan biar kaki gak kaku-kaku.
Dan seringnya ibu ngrendo, membuat karya anyaman bertema dari jarum dan benang, masih jago, katanya sih buat hiburannya,” pungkas Indah.
Sumber: tribunnews.com
Siapa yang tahu soal panjang pendeknya umur manusia, sekalipun pribadinya sendiri.
Tak banyak pria maupun wanita yang kini hidup di era milenial dengan usia di atas rata-rata usia manusia, apalagi di atas angka 100 tahun. Meski ada, bukan berarti menjamin setiap daerah memilikinya.
Seperti halnya Ny C. Sulistijowati asli kelahiran Kota Semarang.
Nenek yang tinggal di Jalan Citarum Utara nomer 30 Mlatiharjo, Kota Semarang Jawa Tengah itu kini berusia 102 tahun.
Tercatat ia baru saja merayakan ulangtahunnya pada 8 November lalu sejak tahun 1917.
Pemilik nama Cina, The Kiet Nio, kini tinggal bersama putri ke empatnya dan satu perawat.
Jangan salah, meski usia 102 tahun, kesehatan Nenek Sulis bisa dibilang top.
Pada suatu kesempatan Tribunjateng.com (Grup Tribunnews.com) mengunjungi kediamannya seraya berbincang dengan nenek.
Wajah keriput khas nenek-nenek memang tak bisa disembunyikan.
Akan tetapi, setiap kata yang dilafalkan masing terdengar jelas, pandangannya pun masih terbilang oke meski katanya sedikit buram saat terlalu jauh (rabun jauh).
Ia mengatakan sejauh ini tak mengeluhkan rasa sakit pada kondisi fisiknya.
Hanya saja kini rutinitasnya sehari-hari harus mengggunakan kursi roda pasca terjatuh yang menyebabkan tulang pinggulnya patah dan operasi pada September 2018.
Selebihnya semua masih berfungsi normal meski ada sedikit gangguan pendengaran pada telinganya, sehingga harus bicara keras dengannya.
Soal makan, nenek Sulis tak memiliki satu pun pantangan. Semua jenis makanan ia lahap.
Bahkan hingga kini sang nenek masih suka makan dengan sambal pedas cabe rawit ditemani minuman air es. Katanya, ia suka dan enak.
“Enggak, enggak pedas, enak. Minum enggak dingin, seger,” katanya, Sabtu (16/11/2019).
Melalui sang anak Indahsari (70), diceritakan kisah nenek yang kini memiliki 6 anak, 11 cucu dan 13 cicit.
Dulu sang nenek menikah dengan seorang laki-laki yang juga keturunan Tionghoa bernama Go Siang Lok.
Sang suami adalah seorang buruh di suatu percetakan di Kota Lama Semarang, sedang istrinya sebagai ibu rumah tangga.
Nenek Sulis pun mulai menjalani masa pahit kehidupannya pasca ditinggal sang suami di umur 50 tahun.
Saat itu, demi merawat 6 anaknya, sang nenek mulai berdagang setiap harinya.
Segala macam jajanan yang terbuat dari singkong, umbi-umbian seperti Sentele, hingga ikan asin pun dibuatnya.
Hasil daripadanya ia drop ke warung-warung dengan menggunakan sepeda.
Keenam anaknya selalu diminta untuk membantu satu sama lain.
Termasuk bekerjasama membantu penghasilan tambahan dengan membuka jasa konveksi bermodalkan 3 mesin jahit.
“Itu bertahan sampai satu persatu dari 6 anaknya menikah. Dan kata nenek, dia masih ingin hidup untuk melihat 1 cucu terakhirnya menikah,” terang Indah.
Saat ditanya soal resep panjang umur, nenek Sulis pun mengatakan tak mempunyai resep apa-apa.
“Semua kehendak Tuhan, pasrah dengan menerima hidup dengan lapang dada”, kata si mbah (sebutan dari Jawa).
Perihal kesehatan, Indah menimpali, bahwa ibunya tak mempunyai kegiatan khusus selama remaja.
Hanya saja, sejak ditinggal sang suami tubuhnya selalu bergerak guna memperjuangkan makan anak-anaknya.
Kala itu, hampir dipastikan keluarga makan sayur-sayuran setiap harinya.
Karena keterbatasan ekonomi, sesekali makan tahu tempe atau telor.
“Olahraganya ibu kerja itu bahkan sampai sebelum jatuh kemarin masih kesana kemari nyabutin rumput, mandi sendiri makan sendiri. Nah setelah jatuh semuanya baru dibantu perawat,” kata Indah.
Sejak tahun 1997, nenek Sulis tinggal bersama Indahsari putri keempatnya dari 3 anaknya yang masih hidup.
Ia berhasil menyekolahkan keenam anaknya hingga jenjang SMP maupun SMA.
Anak tersuksesnya jatuh pada nomer dua seorang laki-laki yang dulu bekerja sebagai Sales Manager di sebuah perusahaan swasta di Kota Semarang.
Ke semua cucu dan cicitnya kini tersebar di berbagai daerah seperti Jakarta, Yogyakarta, Semarang dan juga Australia.
“Ibu ya sekarang bersama saya nemenin saya sejak suami saya meninggal. Selama ini makannya juga gampang, hanya saja butuh penjaga yang stand by guna membantu nenek jemur di bawah sinar matahari, terapi jalan biar kaki gak kaku-kaku.
Dan seringnya ibu ngrendo, membuat karya anyaman bertema dari jarum dan benang, masih jago, katanya sih buat hiburannya,” pungkas Indah.
Sumber: tribunnews.com